LAPORAN
PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK
SIGNALEMENT
Tanggal
diterima : 27 Desember 2011
Pemilik
: Ramadani Asri
Alamat
pemilik : jalan kampus Unimed
Spesies
: anjing local
Jenis
kelamin : betina
Nama
hewan : ReRa
BB/umur
: 12kg/ 10 bulan
Pemeriksa
: kelompok 2
Veterinarian
: DR. Drh. Indra Riyadi, M.Kes
ANAMNESA
Spesimen
berupa darah diambil dari anjing lokal betina, berumur 10 bulan dengan berat
badan 12 kg. Anjing milik Rohani ini tidak menunjukkan gejala sakit ketika
darahnya diambil. Menurut keterangan pemilik, semua anjing yang dipelihara,
semuanya diberi pakan berupa pakan khusus anjing yaitu dog food dan minumnya
diberikan air mineral.
KEADAAN UMUM DAN GEJALA KLINIS
Keadaan
umum yang terlihat jelas adalah anjing ini terlihat kurus, lesu, rambut kusam,
banyak luka-luka kecil, mata sebelah kanan banyak terdapat tai mata, membrane
mukosanya pucat, respirasi napasnya cepat, dan adanya ektoparasit seperti
caplak dan pinjal.
MATERI DAN METODE
Materi
yang diperiksa untuk melakukan pemeriksaan hematologi rutin di laboratorium
adalah darah anjing yang diberi antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetra
Acetic).
I. LAJU ENDAP DARAH (METODE
WESTERGREEN)
Alat
dan Bahan
- sampel darah
- tabung westergreen
- rak westergreen
- antikoagulan
Prosedur
Kerja
- darah dengan antikoagulansia dihisap ke dalam tabung westergreen sampai tanda 0.
- Lubang atas dari tabung ditutup dengan jari, kemudian ditempatkan pada rak westergreen dengan posisi vertical dan ditempatkan pada suhu kamar (27oC)
- Permukaan atas dari kolom eritrosit dibaca setelah satu jam atau lebih tergantung sampel darah yang diperiksa.
II. PENENTUAN NILAI HEMATOKRIT(METODE HEMATOKRIT)
Hematokrit terdiri dari kata haime (darah) dan kreanin
(memisahkan). Jadi hematokrit berarti pemisahan darah dengan melakukan
pemusingan (centrifuge) menjadi tiga bagian yaitu :
- Sel darah merah (eritrosit) yang terdapat paling bawah yang disebut dengan PCV (Packed Cell Volume)
- Lapisan putih kelabu yang terdiri dari leukosit dan trombosit yang terdapat tepat diatas eritrosit yang disebut dengan “Buffy Coat”
- Plasma darah, cairan paling atas.
Metode
hematokrit menggunakan pipet hematoktit kapiler dengan panjang 7 cm dan
diameter 1,0 mm. pipet tersebut sudah dilengkapi dengan antikoagulan sehingga
dapat langsung digunakan melalui penusukan kapiler.
Alat dan bahan :
1. Sampel
darah
2. Pipet
mikrohematokrit
3. Penutup
malam
4. Pemusing
mikrohematokrit
5. Mikrohematokrit
reader
Prosedur kerja :
1. Darah
dengan antikoagulansia dimasukkan ke dalam pipet mikrohematokrit sekitar 6/7
bagian pipet
2. Tutup
ujung masuknya darah dengan penutup khusus atau malam
3. Letakkan
pipet mikrohematokrit pada pemusing mikrohematokrit yang mempunyai kecepatan
tinggi
4. Pusingkan
dengan kecepatan
5. Baca
nilai PCV yang diperoleh pada alat baca khusus (Microhematocrit reader)
III. Kadar hemoglobin (Metode Hematin)
Alat dan bahan :
Ø Sampel darah
Ø Gelas standar warna coklat
Ø Tabung hemometer dengan skala gram % dan %
Ø Pipet Sahli berupa kapiler dengan volume 20 mm3
Ø Pengaduk dari gelas
Ø Pipet Pasteur
Ø Reagen HCl 0,1 N dan aquadest
Prosedur kerja :
1. Tabung
hemometer diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai tanda 2 gram %
2. Darah
dengan antikoagulansia diisap dengan pipet sahli sampai tepat pada tanda 20
ammo
3. Bagian
luar dari pipet dibersihkan dengan kertas tissue dengan catatan tidak sampai
menghisap darah dalam pipet
4. Darah
segera dimasukkan dengan hati-hati kedalam tabung hemometer yang berisi larutan
HCl 0,1 tanpa menimbulkan gelembung udara
5. Sebelum
dikeluarkan , pipet dibilas dengan menghisap dan meniup HCL yang ada dalam
tabung beberapa kali. Bagian luar pipet juga dibilas dengan beberapa tetes
aquadest
6. Ditunggu
10 menit untuk pembentukkan asam hematin (95%).
7. Asam
hematin ini diencerkan dengan aquadest tetes demi 1 tetes sambil diaduk sampai
warnanya sama dengan warna coklat pada gelas standart
8. Miniskus
bawah dari larutan dibaca dalam skala 9%.
IV. Perhitungan eritrosit dan leukosit (Hemositometer)
Alat dan bahan :
1. Sampel
darah
2. Hemositometer
3. HCL
4. Larutan
pengencer (hayem dan larutanTurk)
5. Kamar
hitung
6. Mikroskop
Prosedur kerja :
1. Kamar
hitung dipersiapkan, gelas penutup diletakkan diatas kamar hitung sehingga
menutupi kedua daerah penghitung
2. Darah
dengan antikoagulansia diisap dengan pipet eritrosit sampai tanda 0,5. Bila
melampaui batas darah dikeluarkan dengan menyentuh-nyentuh ujung pipet dengan
ujung jari. Bagian luar pipet dihapus dengan kertas tissue.
3. Segera
larutan pengencer diisap sampai tanda 101. Selama penghisapan pipet harus
diputar-putar melalui sumbu panjangnya supaya daerah dengan larutan hayem
tercampur dengan baik.
4. Kedua
ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari tengah lalu dikocok dengan gerakan
tegak lurus pada sumbu panjangnya selama dua menit.
5. Larutan
pengencer yang terdapat dibagian dalam kapiler dan yang tidak mengandung darah
dibuang dengan meneteskan sebanyak 3 tetes.
6. Larutan
darah dimasukkan kedalam kamar hitung dengan menempatkan ujung pipet pada tepi
gelas penutup. Karena daya kapiler maka larutan darah akan mengalir masuk
antara gelas penutup dengan kamar hitung. Larutan darah tidak boleh terlalu
banyak.
7. Kamar
hitung yang sudah berisi larutan darah diletakkan dibawah mikroskop dan
penghitungan dilakukan dengan obyektif 45x
8. Dilakukan
penghitungan sebagai berikut :
Ø Dihitung jumlah sel darah yang
terdapat pada 5 bidang yang ditempuh dengan luas masing-masing 1/25 mm2
Ø Sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri dan sebelah
bawah tidak dihitung.
Ø Cara menghitung harus sistematik
Ø Dilakukan kalkulasi sebagai berikut :
Misalkan jumlah eritrosit yang terdapat pada kelima bidang
tersebut adalah N, jumlah volume kelima bidang tersebut adalah 5/250 mm3.
Jadi tiap-tiap mm3 terdapat (1:5/250) X N = 250 : 5 N= 50 N
eritrosit, dengan pengenceran 200x. Maka jumlah eritrosit tiap mm3
adalah 50 N x 200 = 10.000 N. Untuk penghitungan teliti dilakukan dua kali
penghitungan pada kedua kamar hitung.
V. HAPUSAN DARAH DAN PEWARNAAN
Alat dan bahan
Ø Sampel
darah dan antikoagulans
Ø NaCl
fisiologis
Ø Cat
giemsa
Ø Xylol dan metil alkohol atau methanol
Ø Buffer
fosfat
Ø Kaca
benda (obyec glass)
Ø penutup
(cover glass
Ø Mikroskop
dan minyak imersi
Prosedur
kerja
1.
Sediakan satu kaca benda yang bersih dari lemak dan teteskan
NaCl fisiologis 1/4 tetes di atasnya, kemudian testeskan darah 1/5 tetes (atau
celupkan batang korek api kedalam darah aduklah dengan ujung pipet atau batang
korek. Tutup dengan kaca penutup.
2.
Letakkan di bawah mikroskop (posisi mikroskop tidak boleh
miring) amati dengan pembesaran 10X, 250X dan 400X. Apa yang saudara lihat
(gambar sel darah merah dan putih 1-3 sel dan mikroorganisme bila ada)
II. Sediaan apus darah
a. Teknis pembuatan sediaan apus darah
1. Siapkan
dua gelas benda yang bersih dari lemak/minyak (bersihkan dengan kertas tissue
yang dibasahi dengan alkohol 70%)
2. Teteskan
darah dengan lidi di ujung kanan (1,5 cm dari tepi kanan) pada gela benda 1,
dan pegang gelas benda tersebut dengan ibu dan telunjuk jari tangan kiri
saudara pada keua ujungnya. Kemudian pegang gelas benda ke 2 dengan ibu dan telunjuk
jari tangan kanan saudara. Lalu salah satu ujung datar gelas benda ke-2
tersebut diletakkan pada sebelah kiri tetesan darah tadi membentuk sudut 30o
( ingat makin besar sudut, makin tebal sidiaan apusnya). Lihat Gambar 1
dibawah ini!
3. Tarik
gelas benda ke-2 tersebut ke kanan sampaimenyentuh tetesan darah, hentikan dan
tunggu sampai darah merata keseluruh sudut gelas. Bila sudah rata segera dorong
gelas ke-2 (gelas yang ditangan kanan) tersebut tanpa mengangkatnya, maka akan
terbentuklahlapisan atau atau sediaan apus darah yang tipis.
4. Sediaan
apus dikeringkan di udara bebas (atau kipas-kipaskan), lalu diwarnai dengan
Giemsa.
I
II
Gambar
Cara membuat sediaan apus darah
b. Teknis pewarnaan Giemsa
1. Masukan/rendam
atau tetesi sediaan apus darah yang kering dengan metilalkohol untuk fiksasi
selam 5 menit.
2. Angkat
dan keringkan di udara (kipas-kipaskan). Bila sudah kering taruh di atas rak
bak pencuci, dan tetesi dengan cat Giemsa sampai merata di atas apus darah,
tunggu 30 menit.
3. Sediaan
dicuci dengan air mengalir dari kran atau pipet sehingga cat Giemsanya bersih.
4. Keringkan
di udara bebas (kipas-kipaskan) atau biasa diisap dengan kertas tissu secara
pelan dan hati-hati. Bila telah kering dapat dilihat dibawah mikroskop dengan
kebesaran 1000X (apus darah ditetesi minyak imersi (pakai lidi)
PEMBAHASAN
I. Laju
endap darah
Laju
endap darah merupakan pengukuran dalam millimeter pengendapan darah selama 1
jam. Laju endap darah dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran ertrosit, konsentrasi
eritrosit, komposisi plasma darah, antikoagulansia yang digunakan, temperature,
dan keadaan tabung seperti posisi, panjang dan diameter tabung.
Dari hasil pemeriksaan kami jumlah LED mengalami
kenaikan,yaitu 68 mm/jam, sedangkan diketahui kadar LED anjing 5-25 mm/jam. LED
dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan
kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).Peningkatan kadar : artirits
reumatoid, demam rematik, MCI akut, kanker (lambung, kolon, payudara, hati,
ginjal), penyakit Hodgkin, mieloma multipel, limfosarkoma, endokarditis
bakterial, gout, hepatitis, sirosis hati, inflamasi panggul akut, sifilis,
tuberkulosis, glomerulonefritis, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
(eritroblastosis fetalis), SLE, kehamilan (trimester kedua dan ketiga).
Pengaruh obat : Dextran, metildopa (Aldomet), metilsergid (Sansert),
penisilamin (Cuprimine), prokainamid (Pronestyl), teofilin, kontrasepsi oral,
vitamin A. Faktor yang meningkatkan LED : kehamilan (trimester kedua dan
ketiga), menstruasi, obat (lihat pengaruh obat), keberadan kolesterol,
fibrinogen, globulin, peningkatan suhu, kemiringan tabung.
II. Pocked
Cell Volume (PCV) = VPRC (Volume of Packed Red Cell)
Merupakan
volume (prosentase atau L/L) sel darah merah yang dimampatkan melalui
sentrifugasi terhadap volume darah. Alat yang dipakai adalah tabung Wintrobe
atau mikrohematokrit.Nilai PCV pada hewan bervariasi sesuai dengan jenis dan
pola makan, seks, lingkungan, latihan dll. Hasil yang kelompok kami dapat pada
PCV anjing yaitu 20%. Secara normal kandungan pada beberapa hewan sbb. sapi 43%
(0.43 L/L), sapi bali 39-40%, kuda 34%, anjing 46%, domba 43%, babi 42%, kucing
40% dan manusia (laki) 42%, perempuan 33%.
Berikut
ini gambaran darah dari beberapa hewan
Hewan
|
Eritrosit
|
Leukosit
(%)
|
||||||
Diameter
(pm)
|
Total
(juta)
|
Total
|
N
|
L
|
M
|
E
|
B
|
|
Anjing
|
6
|
7
|
12.5
|
70
|
20
|
5.2
|
4
|
0
|
Kucing
|
5.5
|
7.9
|
16
|
60
|
32
|
3
|
5.5
|
0
|
Sapi
|
4.5
|
6.3
|
8
|
28
|
58
|
1-4
|
9
|
0.5
|
Domba
|
4
|
9.5
|
7.5
|
30
|
62
|
2-7
|
5
|
0.5
|
Kambing
|
5.5
|
14
|
9
|
36
|
56
|
2.5
|
5
|
0.5
|
Kuda
|
4-8
|
9
|
9-17
|
50
|
40
|
4.5
|
4
|
0.5
|
Babi
|
10-13
|
7.4
|
11-22
|
37
|
39-62
|
5
|
3.5
|
0.5
|
Ayam
|
2-3
|
19-30
|
25
|
62
|
9
|
2
|
2
|
|
Man lk
|
5-6
|
|||||||
Man wn
|
4-5
|
Kadar
nilai PCV yang rendah atau menurun menandakan anjing tersebut mengalami anemia.
III. Kadar
Hemoglobin
Hb adalah suatu zat warna (pigmen) dari butir darah merah,
mengandung zat besi (Fe) dan protein. Protein tersebut adalah globin
yaitu suatu histone. Warna merah dari Hb disebabkan oleh adanya heme yaitu
gugusan metal dengan Fe sebagai inti atom pada pusat molekul porphyrin.
Butir retikulosit mengandung Ribonucleic Acid (RNA) mempunyai kemampuan
untuk membantu mensintesa Hb. Namun mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Jumlah Hb dalam darah dinyatakan dengan g/100 ml darah = gram % yang diukur
dengan alat hemoglobinimeter (hemometer), atau dapat juga dengan
spektrophotometer. Pada kebanyakan mamalia secara normal kandungan Hb-nya
berkisar antara 12-18 g/100 ml darah kecuali pada sapi yang sedang menyusui
(11-15 g/100 ml). Pada Hb anjing yang kami lihat hasilnya yaitu 8,9 gr/100ml.
ini jauh dari batas normal, hal ini sudah jelas terlihat dari gejala klinis
yang ada yaitu mukosanya pucat, lesu, keadaan bulu kusam berarti anjing ini
mengalami anemia.
Hb berikatan dengan O2 membentuk HbO2 .
O2 juga bereaksi dengan Fe2+ di dalam heme.
Afinitas Hb terhadap O2 dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi
2,3 difosfatgliserat (2,3-DPG), 2,3 DPG dan H+ berkompetisi dengan O2
untuk reaksi deoksigenasi Hb dapat menurunkan afinitas Hb terhadap O2 dengan
jalan menempatkan posisi yang aman dari 4 rantai peptida. Bila darah mendapat
berbagai obat dan bahan oksidasi lainnya secara in vitro maupun in
vivo maka Fe2+ dalam molekul akan dirubah menjadi Fe3+ yang
membentuk methemoglobin dengan warna gelap dan bila methemoglobin
itu terlalu banyak dalam peredaran darah dapat menyebabkan suatu kerusakan pada
kulit karena terjadinya cyanose (darah banyak mengandung CO2 ).
Bila CO dari udara masuk ke dalam darah dan bergabung dengan Hb maka CO itu
akan mendesak keluar O2 karena afinitas CO 200 kali lebih besar dari
O2 dan hal ini akan mempengaruhi suplai O2 ke berbagai
otot daging. Dalam keadaan serius hal ini mengakibatkan kematian dalam waktu 30
– 60 menit.
IV. Penghitungan eritrosit dan leukosit
Butir darah merah mamalia dalam peredarannya tidak berinti,
kecuali pada golongan unggas (berinti). Bentuknya bikonkaf, bulat seperti
piring, diameter dan tebalnya bervariasi (4 – 13 m), tergantung dari jenis dan status nutrisinya. Butir darah
merah membawa Hb dalam peredaran darah. Intinya menghilang sebelum masuk ke
peredaran darah. Pada manusia, butir darah merah berumur rata-rata sampai 120
hari. Jumlah butir darah merah dalam keadaan normal rata-rata 5,4 dan 4,8
juta/mikroliter berturut-turut pada laki-laki dan perempuan. Setiap butir darah
merah manusia berdiameter 7,5 mikron dan 2 mikron tebalnya yang masing-masing
mengandung ± 29 gram% Hb (untuk orang dewasa
terdapat kira-kira 3 x 1013 butir darah merah dan 900 g Hb).
Hewan yang menderita anemia , eritrosit yang masih berinti
terdapat dalam peredaran darahnya yang terdiri dari 1 – 3 % butir darah
merahnya adalah etikulosit. Jumlah itu akan meningkat lebih banyak lagi bila
sumsum tulangnya lebih aktif dalam memproduksi butir darah merah. Semasih
foetus, butir darah merah berinti diproduksi di dalam sakus yolk.
Kemudian hati dan limpa adalah organ-organ yang membentuk butir darah merah
itu. Namun, setelah lahir (mamalia) sumsum tulang (dalam keadaan normal) adalah
satu-satunya organ pembentuk butir darah merah (erythropoiesis). Pada unggas
sumsum tulangnya merupakan tempat utama produksi butir darah merah tetapi limpa
memproduksi sedikit butir darah tersebut. Dalam keadaan sakit tertentu maka
hati dan limpa tidak mampu bekerja sebagai erythropoiesis. Pada sumsum
tulang pembentukan darah merah berlangsung secara terus menerus seimbang dengan
jumlah butir darah merah yang mengalami kehancuran. Oleh sebab itu, jumlah
butir darah merah dalam sirkulasi darah tidak banyak fluktuasinya. Butir darah
merah itu tidak bergerak tetapi mungkin masuknya ke dalam berbagai pembuluh
kapiler dengan proses yang hampir sama dengan diapedesis yaitu masuk
tanpa merusak dinding kapiler.
Butir darah dari berbagai jenis hewan atau ternak dewasa
mengandung 62 – 72 % air. Jadi butir darah merah tersebut mengandung ± 35 % bahan padat. Dari jumlah itu
95 %-nya adalah Hb yang berfungsi untuk mengangkut O2 ke jaringan
dan mengangkut CO2 dari jaringan ke paru-paru. Sedangkan 5 % bahan
padat lainnya terdiri atas protein pada stroma dan membrana sel; lemak seperti
fosfolipid (lesitin, sefalin, sphingomilin), kolesterol dan lemak alami;
berbagai vitamin yang berfungsi sebagai coenzym, gula untuk energi,
berbagai enzim seperti kolinesterase, fosfatase, karbonokanhidrase, peptidase
dan berbagai mineral seperti P, S, Cl, Mg, K, dan Na. Diameter butir darah
merah mamalia (kambing) berkisar antara 4 – 7 mikron. Jumlah butir darah merah
di dalam darah sangat penting karena dapat dipakai untuk mendiagnose anemia
pada hewan atau ternak. Jumlah butir darah merah dari beberapa jenis hewan
adalah sebagai berikut: sapi, kambing, kucing, ayam adalah 6 – 8, 13 – 14, 6 –
8, 2.5 – 3.2 juta/mm3 secara berturut-turut.
Jumlah butir darah putih dalam peredaran darah jauh lebih
rendah dibandingkan butir darah merah. Dalam keadaan terinfeksi oleh berbagai
bakteri, butir darah putih terutama neutrofil bertambah jumlahnya dengan pesat,
sedangkan pada panyakit yang disebabkan oleh virus menyebabkan jumlahnya
berkurang. Biasanya butir darah putih yang ditemukan dalam darah dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu granulosit (bergranula dalam
sitoplasmanya) dan agranulosit. Dengan pewarnaan, granulosit dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu neutrofil (netral), eosinofil (asam), dan
basofil (basa). Sedangkan agranulosit ada dua macam yaitu limfosit dan monosit
yang berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan penyakit (tumor, virus,
bakteri, dan infeksi parasit). Umur butir darah putih tidak mudah
mengetahuinya, tetapi telah dicoba oleh para akhli untuk memperkirakan umur
limfosit dan granulosit dalam peredaran darah dan didapatkan antara 1 – 4 hari
pada hewan. Sedangkan pada manusia granulosit dilaporkan berumur 9 hari.
Diferensiasi jenis leukosit (Differensial Count) ialah
hitung jenis sel darah putih terhadap semua total leukosit (100 sel). Dengan
identifikasi sel darah putih, dilakukan penghitungan semua sel leukosit
(limfosit, monosit, neutrofil, basofil, dan eosinofil) di area tengah pada apus
darah sampai 100 sel. Dari 100 sel ini berapa jumlah masing-masing sel dan
itulah prosentasenya.
Dari pemeriksaan kami jumlah eritrosit yan g di dapat adalah
8,9 x103/µl, dan itu menandakan normal, karena kisaran eritrosit
yang normal adalah 6-17 x 103 /µl. sedangkan jumlah leukosit yang
didapat yaitu 3,01 x 106 µl, dam itu menandakan penurunan karena
kisaran leukosit yang normal adalah 5,5 – 8,5 x106 µl. kekurangan
leukosit dalam sel darah disebut leukemia. Leukopenia bisa disebabkan sumsum
tulang mengalami gangguam. Sum-sum tulang merupakan produsen sel darah putih.
Jika sum-sum tulang bermasalah, otomatis jumlah sel darah putih akan mengalami
gangguan juga.
V. Hapusan Darah dan Pewarnaan
Pengamatan yang kami lihat terhadap sel darah putih, baik
terhadap leukosit agranulosit dan leukosit granulosit terlihat jelas dengan
pembesaran 100x pada mikroskop dengan di tetesi minyak imersi. Pengamatan
pertama yaitu limfosit, dengan ciri-ciri punya nukleus yang heterokromatik atau
nama lainnya bersifat polimorfonuklir yakni seluruh dari intinya mempunyai
gambaran granular atau intinya yang multipel (granulosit), dikelilingi sejumlah
sitoplasma kecil yang basofilik (biru), dan persentase normal pada darah putih
sekitar 30 %.
Fungsi limfosit yaitu dalam sistem kekebalan tubuh dan
merupakan sel memori dalam tubuh. Sedangkan pada monosit dengan ciri-ciri
nukleus berbentuk seperti ginjal atau mirip tapal kuda, sitoplasma yang
mengambil warna basofilik sama halnya dengan limfosit, inti mempunyai 3 lobus/nukleolus,
kadang-kadang terlihat memiliki pseudopodia, dan persentase normal dalam darah
putih sekitar 5,3 %. Fungsi monosit yaitu sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi mikroorganisme, fagositosis, respon imun, sekresi, dan proses
penyembuhan luka. Kedua hal diatas tidak kami temukan adanya plasma dan
merupakan golongan leukosit agranulosit.
Pengamatan berikutnya tentang neutrofil (sel
polymorphonuclear), dengan ciri-ciri inti bergelambir 2 – 5 lobus pada inti
yang heterokromatik, persentase normal dalam darah putih sekitar 62 %,
neutrofil dewasa berukuran 12 – 15 mm, plasma mengandung 2 granul yakni spesifik granul dan
asidofilik granul. Fungsi neutrofil yaitu sebagai respon terhadap infeksi
karena neutrofil dikenal sebagai inti pertahanan pertama (first line of
defense), dan fagositosis.
Sedangkan pada eosionofil ciri-cirinya yaitu intinya
bergelambir 2 (seperti kacamata), warna plasmanya merah, dan dikelilingi oleh
butir-butir asidofil yang berukuran cukup besar 3 – 4 mm, dan persentase normal dalam darah
putih sekitar 2,3 %.
Fungsi
eosionofil yaitu berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses
pendarahan, pelepasan serotonin dari sel tertentu, melepas zinc yang
menghalangi agregasi trombosit, migrasi makrofag, menghancurkan kompleks
antibody dan mendetoksifikasi beberapa substansi pencetus peradangan yang
dilepaskan oleh sel mast. Dan yang terakhir pengamatan tentang basofil,
ciri-cirinya yaitu inti 2 gelambir tidak beraturan , plasmanya biru tua,
persentase normal dalam darah putih sekitar 0,4 %, dan sulit ditemukan dalam
darah anjing dan kucing. Fungsi basofil yaitu untuk membangkitkan reaksi
hipersensifitas dengan sekresi mediator yang bersifat vasoaktif. Dari
pemeriksaan hapusan darah dapat dperoleh beberapa hal yaitu:
neutrofil
(40). Nilai normal 60-70 menandakan neutropenia
monosit
(7). Nilai normal 3-10 menandakan normal
eosinofil
(7). Nilai normal 2-10 menandakan normal
limfosit
(55). Niali normal 12-30 menandakan lomfositosis
basofil
(-)
band
cell (-).
Dari
pemeriksaan PCV, jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin kita bisa mengetahui
nilai:
1.
MCV (mean corpucular volume)
MCV
adalah rata-rata sel darah merah yang dinyatakan dalam satuan fl(femtofilter).
MCV
= PCV/ jumlah eritrosit x 10
=
20/3,01 x 10
=
66,45 fl (normal)
(MCV
normal = 60-77 fl)
2.
MCHC (mean corpucular haemoglobin
concentration)
Merupakan
proporsi hemoglobin pada setiap sel darah yang dinyatakan dalam satuan %.
MCHC
= Hb/PCV x 100
=
8,9/20 x 100
=
44,5 %(meningkat)
(MCHC
normal = 32-36%)
INTERPRESTASI
Patofisiologi Anemia secara Umum
Anemia
secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup kejaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara
praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau
hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah
kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit
tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying
disease). Gejala anemia yang timbul merupakan manifestasi dari anoksia organ
dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap daya angkut oksigen ke jaringan.
Gejala klinis anemia yaitu rasa lemah, lesu, cepat lelah,
telinga mendenging (tinitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak
napas dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat
pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku
Anemia
normositik adalah istilah umum untuk semua jenis anemia ditandai dengan nilai
MCV yang normal adalah 76-100 fl , dengan sel lebih kecil (<76
fl) digambarkan sebagai mikrositik sel dan lebih besar (> 100 fl) sebagai
makrositik. Sedangkan hiperkromik ditandai dengan sel yang jumlah hemoglobinnya
terlalu banyak. anemia hiperkromik (kandungan dan warna hemoglobin meningkat).
Neutropenia adalah kelainan hematologi
yang ditandai dengan jumlah neutrofil yang menurun. Dalam darah tipe yang
paling penting dari sel darah putih. Neutrofil biasanya 50-70% dari sel darah putih yang
beredar dan berfungsi sebagai pertahanan utama terhadap infeksi dengan menghancurkan
bakteri dalam darah. Oleh karena itu, pasien dengan neutropenia lebih rentan
terhadap infeksi bakteri dan, tanpa perhatian medis segera, kondisi ini mungkin
menjadi mengancam nyawa (sepsis neutropenia).
Neutropenia dapat akut atau kronik tergantung pada durasi penyakit. Seorang pasien telah mengalami neutropenia kronis jika kondisi berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Hal ini kadang-kadang disebut dengan istilah leukopenia ("defisit dalam jumlah sel darah putih"), sebagai leukosit neutrofil merupakan paling banyak, tetapi neutropenia lebih tepat dianggap sebagai subset dari leukopenia secara keseluruhan.
Ada banyak penyebab dari neutropenia yang kasar dapat dibagi antara baik masalah dalam produksi sel-sel oleh sumsum tulang dan perusakan sel-sel di tempat lain dalam tubuh. Pengobatan tergantung pada sifat penyebabnya, dan penekanannya ditempatkan pada pencegahan dan perawatan infeksi. Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan netrofil dan yang terakhir yang tidak diketahui penyebabnya.Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang memendek karena drug induced. Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia.
Neutropenia dapat akut atau kronik tergantung pada durasi penyakit. Seorang pasien telah mengalami neutropenia kronis jika kondisi berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Hal ini kadang-kadang disebut dengan istilah leukopenia ("defisit dalam jumlah sel darah putih"), sebagai leukosit neutrofil merupakan paling banyak, tetapi neutropenia lebih tepat dianggap sebagai subset dari leukopenia secara keseluruhan.
Ada banyak penyebab dari neutropenia yang kasar dapat dibagi antara baik masalah dalam produksi sel-sel oleh sumsum tulang dan perusakan sel-sel di tempat lain dalam tubuh. Pengobatan tergantung pada sifat penyebabnya, dan penekanannya ditempatkan pada pencegahan dan perawatan infeksi. Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan netrofil dan yang terakhir yang tidak diketahui penyebabnya.Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang memendek karena drug induced. Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia.
Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
jumlah limfosit lebih dari 8000/µl pada bayi dan anak-anak serta lebih dari
4000/µl darah pada dewasa. Limfositosis dapat disebabkan oleh infeksi virus
seperti morbili, mononukleosis infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberkulosis,
sifilis, pertusis dan oleh kelainan limfoproliferatif seperti leukemia
limfositik kronik dan makroglobulinemia primer.
DIAGNOSA
Anemia
normositik hyperkromik dengan neutropenia dan lomfositosis yang disebabkan oleh
bakteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar